cerita nelayan dari muara kamal

beberapa waktu yang lalu, bersama crew's sctv menyambangi salah satu perkampungan nelayan. kami mendatangi kampung muara kamal, perkampungan yang sedang merasakan geliat keresahan. ya ..... keresahan kehilangan mata pencaharian, kehilangan kampung, bahkan kehilangan identitas diri mereka sebagai manusia. eksistensi mereka sebagai nelayan, akan segera hilang, seiring dengan penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah provinsi jakarta untuk proyek reklamasi pantura.

cerita-cerita kesedihan nasib kaum nelayan, tani, buruh, miskin kota dan kelompok terpinggirkan lainnya sudah biasa aku dengar dari hampir sebagian besar ujung barat hingga ujung timur Indonesia. tapi sungguh, sejak kembalinya aku dari tanah serambi Mekkah yang juga menurutku masih belum bisa menikmati kemerdekaan sesungguhnya, meskipun MoU perdamaian Helsinki telah ditandatangani, namun tetap saja rakyat aceh tidak bisa memeliki kewenangan untuk mengelola kekayaan alamnya. ternyata kesedihan orang-orang yang hidup dipinggiran jakarta terus saja terjadi, terlebih ditengah maraknya kampanye pergantian rezim daerah yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, politik dan pengambil-keputusan kebijakan nasional.

cerita sedih nelayan muara kamal menjadi titik awal dari kembalinya aku bergabung bersama gerakan lingkungan hidup di Jakarta. kembali aku harus menyaksikan satu persatu lembaran perjuangan hidup kaum nelayan yang memang sejak lama telah terpinggirkan dari pembangunan yang tidak adil ini. para nelayan yang berjuang untuk mempertahankan keluarganya dari kemiskinan dan kebodohan. ketika alat-alat produksi nelayan seperti bagan-bagan nelayan digusur oleh pemerintah, nelayan di muara kamal hanya mengandalkan mata pencahariannya dari budidaya kerang. semula nelayan bisa mendapatkan hasil dari jerih payahnya sebesar Rp. 200.000-300.000/hari, kini mengalami penurunan yang sangat drastis yakni Rp. 50.000-70.000. bayangkan, uang tersebut untuk menghidupi keluarganya, belum lagi untuk mengeluarkan ongkos mereka melaut seperti membeli solar yang harganya melangit pasca kenaikan BBM.

ibu-ibu yang dengan jelas nampak guratan tangannya menggambarkan bagaimana mereka harus berpeluh keringat mengumpulkan setiap lembaran uang ribuan, dari mengupas kerang. satu ember yang dihasilkan, mendapatkan imbalan upah hanya Rp. 1000, dan paling banyak mereka hanya bisa mengumpulkan sepuluh ember. bagaimana dengan uang Rp. 5000/hari, mereka bisa memberi makan anaknya dengan penuh gizi, apalagi sampai menyekolahkan anak-anaknya.

aku hanya terdiam, sambil memandang lepas ke tengah laut. Tuhan ....... aku merasa tidak mampu berdiri disini, diantara sejuta kesedihan dan kedukaan di negeri antah berantah ini. tangan-tangan ini terlalu kecil untuk menghadapi seorang pemimpin yang menggunakan gaya dan kebiasaan militer untuk membangun daerah kekuasaannya. rasanya tidak ada yang sanggup, teman-teman miskin kota bahkan berkali-kali harus mengalami
kegagalan berbenturan dengan temgbok-tembok kekuasaan ini.

dan yang menambah aku muak, ketika mata ini tertuju pada sebuah news cyber, yang menuliskan kisah pemimpin provinsi yang menjadi ibukota ini. "saya orangnya tidak tegaan", begitu nada santun yang dilontarkan oleh sutiyoso. tiba-tiba tawa sinis saya meluncur indah dari bibir ini, jika dia orang yang tidak tegaan, lalu siapa yang memerintahkan untuk menggusur sekian ratus ribu rakyat miskin kota di Jakarta ini?? dengan alasan bahwa rakyat miskin kota yang tinggal di emperan, di bantaran sungai, di kolong jembatan adalah warga gelap yang tidak punya identitas diri atau surat formal legal lainnya. sebuah pembenaran yang sangat terlihat bodoh dan ngaco. karena negara ini sudah meratifikasi konvenan HAM dibidang sekonomi, sosial dan budaya (ekosob), serta sipil dan politik. jadi seharusnya, siapapun yang menjadi pengurus negara, maka dia berkewajiban untuk menjamin, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia setiap rakyatnya. tidak ada urusan, apakah dia punya karti identitas diri atau lainnya. ayam saja bisa menjadi pelindung bagi pitik-pitiknya, kenapa penguasa kita tidak pernah belajar dari kehidupan ayam ini??

ah .................. mudah-mudahan tangan kecil ini tak lelah untuk terus berada dan bisa membantu orang-orang
miskin yang hari ini terus menerus menjadi sapi perahan dan korban kepongahan serta kebegoaan pemerintah
mengurus negeri ini. sehingga mimpi-mimpi para kaum miskin kota untuk hanya sekedar bisa punya tempat tinggal yang mungil, bisa mencari nafkah dengan aman dan tidak dikejar-kejar pol PP, dapat menjadi realitas hidup yang nyata adanya.


0 comments: