Perlu Kekuatan Politik Alternatif Rakyat

Perlu Kekuatan Politik Alternatif Rakyat

untuk Memperbaiki Kondisi Lingkungan Hidup di Jakarta

(sebuah catatan menjelang PILKADA DKI Jakarta)

oleh: Khalisah Khalid


Lingkungan Hidup, Krisis yang Tak Terpulihkan

Tahun 2006, kondisi lingkungan hidup di Jakarta semakin mengalami penurunan kualitasnya. Bencana ekologis datang silih berganti menghampiri, mulai dari krisis air, persoalan sampah yang tak pernah terselesaikan, ancaman banjir dan lain-lain. Sebagai Ibukota yang sekaligus menjadi sentral pengambilan kebijakan dan perrtumbuhan ekonomi Indonesia, Jakarta memiliki berbagai persoalan lingkungan hidup dan persoalan rakyat lainnya yang disebabkan oleh sistem pembangunan yang bertumpu pada kepentingan ekonomi semata. Jargon kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi rakyat, selalu dijual untuk melanggengkan sistem kapitalisme tersebut dengan melupakan aspek keselamatan rakyat yang seharusnya diprioritaskan oleh Pemerintah.


Kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini semakin diskriminatif, antara lain penataan ruang kota yang menutup akses rakyat miskin untuk dapat berdaulat atas tanah, air dan udaranya, serta akses rakyat terhadap sumber-sumber ekonominya. Padahal prasyarat utama dari penataan ruang adalah bagaimana tata ruang dapat menjamin fungsi pelayanan alam dan keselamatan rakyat (ekologis), menjamin keberlanjutan hidup rakyat (ekonomis), dan menjamin fungsi-fungsi sosial dan budaya.


Politik pembangunan kota Jakarta juga masih berpola pendekatan ekonomi kapitalistik dan tentunya banyak mengabaikan aspek keadilan kota bagi semua orang, terutama terkait dengan perbedaan kelas didalamnya. Pembangunan infrastruktur di Jakarta menggambarkan, bagaimana politik pembangunan kota ini memang ditujukan bagi kelas-kelas tertentu seperti pembangunan jalan-jalan yang notabene memberikan fasilitas yang berlebih pada orang-orang kaya yang memiliki kendaraan pribadi, dan membiarkan rakyat miskin terus bergelayut didalam kendaraan umum yang sudah tidak layak.


Sepanjang tahun 2006 inipun kita dapat melihat bahwa proses demokrasi untuk menyampaikan pendapat masih mengalami tekanan-tekanan, yang biasanya dengan menggunakan organisasi massa yang berbasis agama dan etnis, selain itu juga disepanjang tahun 2006 ini, pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) masih sangat jelas dipertontonkan secara vulgar. Berbagai persoalan urban ini justru dihadapi dengan sejumlah pelanggaran terhadap hak asasi rakyat yang dilakukan oleh state dan juga non state sebagai aktor yang secara kasat mata telah memainkan pola-pola kekerasan untuk berhadapan dengan rakyat yang sedang menuntut hak-haknya untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sumber-sumber kehidupan rakyat.


PILKADA DKI Jakarta, bukan Sebuah Jaminan

Melihat begitu horornya persoalan lingkungan hidup di Jakarta, dan bagaimana kita mencoba untuk melihat persoalan lingkungan hidup menjadi sebuah persoalan yang penting untuk diprioritaskan dalam program pembangunan di DKI Jakarta. Dibutuhkan sebuah kepemimpinan yang dapat merubah seluruh paradigma usang dan keliru dalam politik pembangunan kota metropolitan ini, selain tentu saja sebuah arah politik pembangunan yang berpihak kepada lingkungan hidup dan rakyat, terutama kelompok rentan. Tapi pertanyaannya kemudian, apakah pemilihan kepala daerah (Gubernur) DKI Jakarta dapat memberikan jawaban atas berbagai persoalan lingkungan hidup dan persoalan urban lainnya.


Sampai sejauh ini saya melihat bahwa proses demokrasi dengan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur) DKI Jakarta di tahun ini, juga belum memberikan jaminan atau kepastian politik bagi perbaikan kualitas lingkungan hidup di DKI Jakarta. Eskalasi politik di tahun 2007 ini, hanya menjadi pertarungan elit untuk mendapatkan kekuasaan semata dengan banyak mengabaikan hak-hak rakyat. Dari beberapa nama yang muncul untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta, belum ada satupun yang memiliki perspektif lingkungan hidup yang jelas. Demikian juga dengan partai-partai politik besar yang belum menempatkan persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam, sebagai akar persoalan dari multi krisis yang terjadi di ibu kota ini.


Sehingga kondisi lingkungan hidup tidak akan lebih baik pada tahun ini, jika arah politik pembangunan kota masih mengabdi pada kepentingan modal dan meminggirkan keberlanjutan lingkungan hidup di masa depan. dalam mainstraiming kebijakan politiknya yang akan diambil kedepannya.


Green Political, sebagai Sebuah Alternatif

Kondisi Jakarta yang sudah mengalami ”kebangkrutan” ini, dibutuhkan sebuah perubahan pandangan politik pembangunan di DKI Jakarta, dan dibutuhkan sebuah kekuatan politik alternatif rakyat yang bisa menentukan arah pembangunan yang berpihak kepada lingkungan hidup dan rakyat, terutama bagi kelompok rentan yang selama ini termarginalkan. Dengan sebuah landasan pemikiran yang sederhana bahwa personal is political dan green is political, setiap pikir, ucap dan tindakmu untuk merawat kelangsungan hidup manusia dan alam adalah sikap politikmu, menuju the future is green.


Pertanyaannya kemudian, kekuatan politik alternatif rakyat yang bagaimana yang dapat merebut kedaulatan rakyat yang selama ini telah tergadaikan oleh sebuah entitas baru yang bernama kapitalisme dan apakah bisa melahirkan sebuah kekuatan rakyat yang dapat berpikir kritis dan maju untuk merebut kekuasaan, ditengah ketidakpercayaan rakyat terhadap partai politik yang sering menjual kemiskinan rakyat dalam kampanyenya.


Jawabannya sangat mungkin, karena sesungguhnya kita terlalu sering mengabaikan suara-suara rakyat yang kritis, yang selama ini dibungkam oleh system birokrasi politik dan kekuasaan partai-partai politik besar yang berpikir konvensional dalam mendidik massanya, seperti yang banyak dicontohkan oleh partai-partai besar selama ini. Membuat kantor DPP, kemudian DPC dan terus sampai ke ranting, rakyat sebagai pemegang konstitusi selalu dilupakan untuk diikutsertakan, nanti dalam pemilu barulah rakyat dilibatkan hanya untuk mendapatkan suaranya. Kampanye-kampanye yang dilakukan oleh partai politik tidak bertujuan untuk membangun massa rakyat yang kritis, melainkan hanya sebatas memobilisasi massa.


Kekuatan politik alternatif rakyat harus dibangun dengan dengan pra syarat utama yang harus dipenuhi lewat pendidikan kader rakyat, dan mengerahkan pehatian utamanya kepada penguatan organisasi kerakyatan dan komunitas dari bawah atas dasar kepentingan umum bersama dalam hubungannya dengan politik dan negara sebagai tulang punggung gerakan. Pendidikan kader rakyat yang kritis menjadi pra syarat utama untuk melahirkan sebuah kekuatan tersebut. Meletakkan pendidikan kader rakyat bukan hanya sebatas temu kader, tapi bagaimana kader-kader terdidik tersebut dibangun kesadaran kolektifnya secara utuh dengan bacaan analisis geo politik yang lengkap mengenai kepentingan rakyat untuk merebut kedaulatannya atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupannya.


Gerakan lingkungan hidup di Jakarta saat ini, sudah waktunya tidak hanya bermain pada ranah advokasi, tetapi sudah harus memikirkan secara serius dan programatik memfasilitasi lahirnya kader rakyat yang menempatkan akar persoalan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat, sebagai akar persoalan yang harus diselesaikan secara politik oleh rakyat kritis yang secara kolektif dapat memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupannya, dengan mengusung tiga nilai yakni memperjuangkan keberlanjutan lingkungan hidup, keadilan sosial dan ekologi serta demokrasi kerakyatan.



[1] Penulis adalah Kepala Divisi Kampanye dan Perluasan Jaringan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta

0 comments: