Sya IV

Sejarah, akan dibuat oleh siapa yang sedang dan atau ingin berkuasa di belahan bumi manapun. tapi jangan pernah ingin melupakan sejarah, meskipun ada yang kelam disana. dan aku kembali mengingat-ingat apa yang kau ucapkan padaku Jingga, disaat alunan maghrib menyapa kita dalam sebuah geliat asa, yang mengintip malu-malu sambil sesekali tangannya mengusap wajahku. "ibu sudah memaafkan, namun tidak untuk dilupakan, karena kebenaran akan sejarah tidak boleh dihapus dan dihilangkan dalam memori otak dan hati anak bangsa".

ya... tentu aku ingat kata-katamu dan sambil menembus malam aku menelusuri jalan ini yang dirangkai dari berbagai peristiwa.

"selamat ulang tahun Sya", aku mengetik surat elektronik ini padamu. entahlah, mengapa aku sangat suka dengan kata-kata ini, seperti air yang masuk menggenangi tenggorokanku yang kering dikelabui waktu. mungkin juga itu yang dirasakan oleh putrimu yang cantik Jingga, setiap kali hari kelahirannya diketuk pada pukul 00.00 waktu indonesia bagian timur, meskipun jauh suara lembut yang menuliskan kebenaran didalam sel itu berbisik lirih "selamat ulang tahun sayang", dan esoknya bungkusan kado itu terus menerus menemuinya setiap tahun, sambil tak lupa dengan sapaan hangatnya diujung telpon. sampai satu masa memaksamu tunduk pada titik sejarah baru dalam hidupmu, untuk memahami bahwa begitu mahal kebenaran itu dirampas oleh kelompok yang menjadi hakim untuk menilai bahwa merekalah yang paling benar.

ya... akhirnya putrimu tahu juga Jingga, saat pelajaran sekolahnya sudah mengajarkan bagaimana kewajiban negara melindungi rakyatnya, justru disaat itu dia tahu ayahnya tak mungkin lagi akan mengucapkan selamat ulang tahun padanya, kebenaran telah dikebumikan, kebenaran telah dirampas.disini, ditanah ini yang jaraknya setengah dari putaran bola dunia. di kamarku, nomor satu yang paling luas dibandingkan dengan kamar-kamar lainnya di asrama kampusku.

mataku terbuka, saat waktu sudah menarikku pada rutinitas anak sekolahan yang dibayari pemerintah Belanda. hari ini cuaca lebih dingin dari biasanya, mungkin sekitar 12 derajat celcius. jaket tebalku memenjaraku begitu kuat, dan hari ini aku berjanji ketemu dengan mentorku yang sering mengkritik tulisanku yang dianggap tidak memenuhi standar ejaan yang disempurnakan.

lucu ya Sya, rasanya aku yang dari kecil diajarkan pelajaran bahasa Indonesia. "Ini Budi, ini Bapak Budi". Bapak Budi pergi ke kantor, ibu Budi memasak di dapur". aiiih, mungkin karena pelajaran ini tidak berubah mengikuti dinamika jaman, hingga aku malas mengikuti pelajaran ini. nah, kalau karena ini ejaan EYD ku tidak bagus, aku tidak akan protes ke mentorku yang lebih mengenal sejarah Indonesia yang penuh manipulasi, dari pada aku yang dilahirkan di bumi Batavia.

sungguh Sya, Jingga sudah mengenalkanku pada banyak sejarah yang dimanipulasi. bukan dengan dokumen berlembar-lembar buku sejarah atau tontonan wajib di televisi. dia mengenalkan sejarah, dari pengalaman hidupnya sebagai perempuan dengan penuturan yang tidak pernah mau diungkap oleh sejarah, apalagi untuk meminta maaf. tidak seperti dirimu, maafku begitu luas bagai samudera.

2 comments:

GALLERY SENI CUCU SEKA said...

hay mana lagi karyanya maju terus

khalisah khalid said...

hi, sorry telat. sya v sudah nongkrong lama. silahkan dinikmati, juga tulisan yang lain. salam