Jejak Samar Chico Mendes

Oleh Maria Hartiningsih

".. Hanya satu hal yang saya inginkan: kematian saya akan
menghentikan impunitas terhadap para pembunuh yang dilindungi oleh
Polisi Acre.. Seperti saya, para tokoh penyadap karet telah bekerja
menyelamatkan hutan hujan Amazon, dan membuktikan, kemajuan tanpa
penghancuran adalah mungkin."


Chico Mendes menyatakan hal itu dalam seminar mengenai Amazon yang
diselenggarakan di Universitas Sao Pablo, Brasil, tanggal 6 Desember
1988, atau setahun setelah ia berpidato pada Sidang Parlemen Acre.
Acre terletak di bagian timurlaut Brasil, di sebelah utara Negara
Bagian Amazonas, yang sebagian besar wilayahnya dilingkupi hutan hujan
Amazon. Negara bagian itu dikenal sebagai penghasil dan pengekspor
karet.

Hanya seminggu setelah ulang tahunnya yang ke-44, Chico Mendes
ditembak mati kelompok yang menentang perjuangannya, di rumahnya di
Xapuri, petang, tanggal 22 Desember. Peristiwa itu menjadi headlines
di media terkemuka dunia, termasuk The New York Times. Kematiannya
adalah tragedi, sekaligus api yang menghidupi perjuangan para aktivis
lingkungan.

Inilah pernyataannya yang paling terkenal: "Awalnya saya kira
perjuangan saya hanyauntuk menyelamatkan pohon karet. Kemudian saya
mengira saya berjuang untuk menyelamatkan hutan hujan Amazon. Kini,
saya sadar saya berjuang bagi kemanusiaan."

Berisiko
Isu hutan sangat penting baik secara politik maupun geostrategik.
Di banyak negara, tak hanya negara yang demokratis, wartawan dan
aktivis yang melakukan investigasi terkait dengan isu hutan dan
lingkungan berada di garis depan medan pertempuran baru. Ada daftar
panjang konflik antara wartawan dan aktivis dengan para penjahat
lingkungan.

Hutan hujan tropis seluas 6,7 juta kilometer persegi, yang 60-65
persennya berada di Brasil itu adalah separuh paru-paru dunia, "rumah"
ribuan spesies dan keragaman hayati yang sangat penting bagi
keberlanjutan kehidupan.

Amazon adalah sumber penghidupan sekitar 191,2 juta penduduk
Brasil, dan menghasilkan 8.295 dollar AS produk domestik bruto per
kapita per tahun-yang berarti masuk kelompok pendapatan menengah-pada
2008. Namun, hutan itu juga menyimpan sejarah perusakan yang panjang.
Seperti di banyak negara di mana kekuatan global berkawin dengan
pemerintahan diktator militer, dua dekade pemerintahan militer di
Brasil (1964-1985) telah membuahkan kebijakan yang menuju pada
penggundulan dan penghancuran hutan.

Menjelang tahun 1970, Presiden Emilio Medici mulai melakukan
pembangunan besar-besaran dengan membangun jalan raya Transamazonia
(BR 364) sepanjang 5.000 kilometer. Ia tidak peduli tanah itu subur,
dan menjadi tempat bermukim suku asli, orang sungai, para penyadap
karet dan mereka yang tinggal dan merawat hutan. Pembangunan itu
berdampak pada 96 suku di Acre. Diperkirakan 838 dari 1.000 anak
diAcre meninggal sebelum berusia setahun.

Penghancuran terus berlanjut "atas nama pembangunan", sampai
Presiden Luiz Inacio "Lula" da Silva bertekad menghentikan deforestasi
secara serius sejak lima tahun lalu. Namun, meski pertumbuhan ekonomi
mengesankan, kemiskinan di pedalaman belum banyak tersentuh. Gap kaya-
miskin belum terjembatani.

Isu panas
Isu hutan menjadi isu politik terpanas. Potensinya menyerap emisi
telah mereduksi hutan sebagai subyek dagang para saudagar karbon.
Pembahasan pengurangan emisi yang membahayakan kehidupan semakin
terkesan seperti negosiasi dagang di forum-forum internasional.

Padahal, hutan bukan sekadar bank karbon. Seperti diingatkan
Laporan Pembangunan Manusia tahun 2007, pasar karbon tak akan menekan
deforestasi. Banyak fungsi ekologis hutan yang tidak dapat dipasarkan.
Pasar tidak menyentuh nilai ribuan spesies tanaman dan keragaman
hayati di Amazon Brasil, ataupun di berbagai hutan hujan tropis lain
di dunia. Harga nol selalu disetarakan dengan nilai nol, padahal harga
dan nilai adalah dua hal yang berbeda.

Ketidaksetaraan kekuatan politik adalah sumber deforestasi yang
tak bisa dikoreksi lewat pasar. Merangseknya pertanian dan peternakan
komersial, pembangunan infrastruktur, pembalakan, penambangan di hutan
Amazon senantiasa terkait pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran
serupa terjadi di mana-mana, termasuk Indonesia. Semua mekanisme
perdagangan karbon hutan berpotensi memperbesar pelanggaran.

Perjalanan kami tak sampai Acre, bahkan menyentuh hutan pun tidak.
Akan tetapi, bayangan Chico Mendes sempat tertangkap, hilang dan
timbul, melalui catatan para aktivis yang berjuang menyelamatkan hutan
hujan, menyelamatkan kemanusiaan...

Baca Juga
Fokus tentang
Amazon

HAL 45-48

0 comments: