Tuhan, sang Pembawa Makanan
Khalisah khalid
Mataku tertegun pada sebuah berita TV, ketika sebuah keluarga memakan dari hasil mengais-ngais sisa makanan orang lain, dan sebagian yang lainnya menjual makanan itu sambil berharap ada sedikit rejeki yang bisa didapatkan untuk memperpanjang nafas hidup keluarganya.
Ah….. rasanya diluar akal sehatku, begitukah cara orang-orang miskin mempertahankan hidupnya dan mencoba keluar dari sebuah kungkungan ekonomi, sambil sesekali dihibur dengan siraman rohani para rohaniawan yang berada dibelakang jubah-jubah sucinya untuk mengatakan, "jikapun didunia ini kita miskin, maka bersabar dan berbuat baiklah, karena setelah kematian, akan ada balasan kesabaran dari orang miskin berupa syurga". Tapi apakah syurga itu ada??? Itulah pertanyaan nakal yang selalu aku gugat kepada orang tuaku yang selalu membenamkan ayat-ayat suci kepada anak-anaknya, apalagi bagi orang miskin yang memilih bunuh diri karena tidak sanggup lagi menghadapi derita kemiskinan?, karena kata ayahku orang yang bunuh diri tidak akan masuk syurga. "Ah, kasihannya orang miskin itu, didunia mereka tidak diterima, setelah matipun dilempar ke neraka".
Meskipun masih sulit percaya, aku masih ingat dengan apa yang tertera dalam tafsir-tafsir al-kitab, bahwa begitu pemurahnya Tuhan telah memberikan makanan, minuman dan semua kekayaan yang ada dibumi untuk manusia. Bahkan, cacingpun diberi makanan didalam tanah agar mereka bisa bertahan hidup. Karena itu, menjadi kewajiban bagi ummat manusia untuk bersyukur. Gugatanku kemudian adalah, bagaimana bisa mencari makanan dari dalam bumi, sedang sejengkal tanahpun sudah dikavling oleh modal, dengan menyingkirkan mereka yang tidak memiliki kekuatan secara ekonomi dan politik.
Tapi dimana adanya Tuhan, yang menugaskan malaikat-Nya yang bernama Mikail untuk memberikan rejekinya kepada semua makhluk hidup. Atau jangan-jangan malaikanpun sudah dikuasai oleh kekuatan modal, dengan hanya memberikan semua limpahan kekayaan alam hanya bagi segelintir kelompok mereka. Sangat mungkinkan jika malaikat pemberi rejeki itu dikuasai oleh modal, buktinya para pemimpin agama itu telah menjadi alat bagi modal untuk mengakumulasi keuntungannya. Itulah kenapa kemudian Mikail enggan mendatangi orang-orang miskin, dan membagikan kemurahan rejeki yang dijanjikan Tuhan,meskipun orang-orang miskin sudah berpeluh keringat bekerja menjadi kuli, buruh murah, menyemir sepatu, bertani sayuran, menjadi PSK atau buruh migran di luar negeri sana.
"Tuhan, aku memimpikan Kau datang membawakan makanan kepada orangorang miskin yang tinggal di kolong jembatan, di permukiman kumuh yang mengganjal perutnya dari hasil mengais sisa makanan". Memberikan sedikit saja makanan yang ada dari keseluruhan bagian perut bumi, untuk mereka yang miskin. Sedikit saja, paling tidak membuat hambamu tidak cemas akan kelaparan.
Tuhan, sang Pembawa Makanan
Posted by khalisah khalid at 1:20 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
wah belajar agama dulu dong biar ngerti yg bener itu gimana. soale banyak skr yg mengaku ulama ato ustadz yg sesat ato menyimpang. semoga kita semua diberi petunjuk ke jalan yg lurus dan diberi semangat terus untuk belajar atau mencari kebenaran yg hakiki.
trims commentnya mas.... saya memang masih terus belajar agama. meskipun sejak di taman kanak-kanak, saya sudah mendapat dididik di sekolah Islam sampai saya kuliah di IAIN Jakarta. Tulisan ini ingin melihat hal lain dalam realitas sehari-hari, yang banyak dinafikan oleh tokoh-tokoh agama yang selalu berpihak kepada pemodal dan penguasa yang zhalim. salam kenal
Post a Comment