Ngupi (dalam logat betawi) memang ritual yang paling mengasyikkan, paling tidak itu curhatan banyak pecinta kopi. Bahkan di berbagai status facebook teman, ngupi atawa ngopi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian mereka, sehingga dari statusnya kita bisa tahu siapa saja dari teman saya yang kecanduan kopi. Bahkan saking kecanduannya, kepala rasanya mau pecah, jika sehari aja nggak ngupi.
saya sendiri mulai kecanduan kopi sejak awal masuk kuliah, bergabung dengan komunitas yang kebanyakan adalah penggandrung kopi, membuat saya mulai menaruh hati dan tidak bisa lepas pada jenis minuman yang satu ini, sehari saya bisa menikmati aroma dan rasanya hingga 5 gelas perhari. di keluarga, sayalah yang paling gila kopi, maklum ritual pagi dan sore keluarga saya yang betawi itu dilewati dengan "nyahi" alias minum teh ditemani penganan. karena itulah, saya lebih sering memulai ngupi di kantor, saya bisa puas membuat kopi kental saya. bahkan, ada seorang "pelayan" setia di kantor, tahu betul selera saya yang tidak suka kopi yang encer.
hmmm, saya jadi teringat Aceh. untuk daerah yang satu ini,kedai kopi selalu penuh. dan selama saya tinggal di Aceh, hampir tidak pernah dilewatkan untuk minum kopinya yang terkenal nikmat. plus cara meracik kopinya yang saya suka sekali, "fantastic".
di berbagai kota besar di belahan dunia manapun, ngupi sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Nampaknya para pebisnis paham betul dengan perubahan trend minum kopi seseorang, sehingga warung-warung kopi (warkop) yang dulu lebih sering berada di pinggiran, kini mulai naik kelas. untuk harganya, jangan ditanya lagi. pastinya mengikuti dari tempat dimana kita kongkow untuk menikmati kopi. jika kita duduk di warkop, paling kita harus merogoh uang Rp. 5.000, tapi jika sudah bergeser sedikit ke tempat-tempat yang lebih wah, harganya bisa melambung sampai Rp. 35.000 percangkirnya.
bagi saya penyuka kopi tubruk, nongkrong di warkop lebih menjadi pilihan dari pada di kafe-kafe. bukan cuma soal harganya, tapi ini soal tingkat kekentalan kopi. sebagian besar gerai kopi, yang tersedia adalah kopi yang encer dan itu tentu tidak sesuai dengan selera saya. tapi juga wajar, karena mereka menawarkan suasana, bukan citarasa kopinya.
saya sempat beralih ke kopi-kopi instan, khususnya kopi yang sudah dimix, dengan alasan lebih praktis. namun teman saya sempat mengingatkan bahwa kopi tubruk lebih bagus dibandingkan dengan kopi instan, paling tidak untuk orang yang memiliki masalah seperti aku. sering muntah jika makan dengan porsi yang sedikit lebih banyak.
sambil menuliskan ini saya juga membayangkan usulan dari seorang teman yang menyukai racikan kopi saya. "kenapa loe nggak bisnis buka warung kopi aja mpok?, kopi buatan loe nendang", begitu pujiannya. hehehe.... pernah sih kepikiran untuk membuat warung kopi yang bisa sekaligus dijadikan sebagai tempat untuk ngobrol (bahasa yang lebih ringan dari diskusi) dan atau bersantai ria, sambil membaca buku-buku yang disediakan dengan gratis untuk dibaca (mengingat buku-buku saya dan suami yang tersedia lumayan banyak. aaaaah, sayangnya saya bukan orang yang punya hobby dan bisa menjadikan hobby sebagai peluang yang menjanjikan.
sambil menghayal ada orang yang bisa mensupport mimpi ini, lebih baik menyelesaikan tulisan yang lain. apalagi sudah ada tersedia kopi di depan mata, jadi tunggu apa lagi, ngupi nyok....... (lien)
Ngupi Nyok!!!
Posted by khalisah khalid at 12:19 PM 0 comments
Subscribe to:
Posts (Atom)