Bumi, Rumah Manusia
Oleh : Khalisah Khalid*
Bumi, rumah manusia. Begitu kira-kira sosok Pramoedya Ananta Toer menggambarkan ruang hidup manusia
Derajat kerusakan lingkungan di
Sebagai rumah bagi manusia, bumi Indonesia kita semakin meradang. Keberlanjutannya saat ini telah tergadai oleh sebuah sistem kapitalisme, yang mensyaratkan menjadikan seluruh isi bumi sebagai sumber daya yang bisa dikeruk secara besar-besaran, dengan atas nama mengejar pertumbuhan ekonomi, pembangunan, peningkatan devisa negara dan bahkan atas nama stabilitas negara. Proses penghancuran terhadap bumi dan makhluk bumi inilah yang mendorong terjadinya ecocide, sebagaimana yang dituliskan dalam buku yang berjudul Ecocide, Pelanggaran HAM dan Kejahatan Lingkungan, bahwa ecocide adalah sebuah tindakan terencana yang secara langsung maupun tidak langsung, ditujukan untuk menguras, menghancurkan dan memusnahkan eksistensi dasar ekologi dari sebuah tata kehidupan semua makhluk bumi didalamnya. Walhasil, berbagai upaya destruktif bagi eksistensi keberlanjutan lingkungan hidup, sama halnya dengan penghapusan identitas diri manusia sebagai makhluk yang berakal budi (dehumanisasi).
Ditengah hampir robohnya rumah Indonesia ini, tentu saja kita harus membangun kekuatan kolektif seluruh penduduk bumi untuk menata ulang pondasi dari bangunan dengan konstruksi berbasis ideologi yang jelas. Meskipun, setiap masanya ada proses transisi yang terus menerus mengalami perkembangan, seiring dengan perkembangan sebuah masyarakat memaknai dan memperlakukan alam itu sendiri. Konstruksi yang ingin kita bangun ulang tentu saja dengan pondasi yang melihat kelas siapa yang hari ini paling dimiskinkan, disingkirkan, dihilangkan hak-haknya dasarnya.
Gerakan politik lingkungan di Indonesia saat ini harus memiliki kemampuan untuk memperbesar dan memperluas gerakannya, dan itu hanya bisa dilakukan jika subyek dari gerakan politik lingkungan itu adalah basis massa yang memiliki garis ideologi yang berpikir bahwa perjuangan penegakan keadilan ekologi, bukan sekedar membicarakan soal degradasi lingkungan, tetapi juga membicarakan soal keberlanjutan generasi yang akan datang, bicara soal gerakan lingkungan juga tidak terlepas dari bicara soal bagaimana mengembalikan kedaulatan rakyat terhadap hak-hak dasarnya yang dibangun dengan semangat kolektivitas.
Mengutip apa yang disampaikan oleh Lao Tzu, bahwa seorang pemimpin adalah orang yang berjalan bersama rakyat, tinggal bersama rakyat, belajar dari rakyat, mencintai rakyat, memulai dari apa yang diketahui oleh rakyat, membangun dari apa yang rakyat miliki. Hanya dengan pemimpin-pemimpin terbaik, ketika pekerjaan sudah selesai dan tujuan rakyat telah tercapai. Rakyat akan berkata, kita telah melakukannya sendiri. Karenanya, gerakan politik lingkungan harus bisa memainkan ritme iramanya dengan manfaat dari gerakan itu sendiri, dan menyentuh kebutuhan dasar dari gerakan rakyat dan merubah kondisi politik yang kontekstual dengan kebutuhan politik rakyat. Kita percaya, bahwa perjuangan politik rakyat tidak bisa lagi diserahkan kepada elit politik dominan hari ini. Semua orang adalah makhluk politik, karenanya tanggungjawab dan tindakan politik harus dimulai setiap hari dmulai dari lingkungan komunitas terkecil sampai lingkungan Negara.
Akhirnya, selamat hari lingkungan 5 Juni 2008. Semoga seluruh kekuatan rakyat hari ini bisa merebut kembali kedaulatan rakyat atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupannya.
0 comments:
Post a Comment